Halaman

Selasa, 16 Desember 2014

Apakah Anak Saya Autis?

Apa yang harus diketahui oleh orangtua?




Bunda, seringkali kita mendengan istilah autis dan sering pula kita mendapatkan informasi yang kurang tepat mengenai autis, antara lain : autis baru dapat diketahui saat anak berusia 3 tahun, autis disebabkan oleh vaksinasi, dan pendapat – pendapat lain yang kurang tepat.
Tahukah Bunda bahwa kita sudah dapat mengantisipasi dan mendeteksi kemungkinan autis sejak bayi berusia 3 bulan?

Tahukah Bunda bahwa bayi pada :

  • Usia 3 bulan sudah mampu menatap wajah
  • Usia 6 bulan sudah mampu mencapai mainan
  • Usia 12 bulan sudah mampu melambaikan tangan
  • Usia 15 bulan sudah mampu bermain bola dengan orang lain
  • Usia 2 tahun sudah mampu menyuapi boneka

Bila buah hati Bunda belum mempu melakukannya, sebaiknya Bunda mewaspadainya dan melakukan pemeriksaan perkembangan buah hati untuk memastikan buah hati tidak berisiko menjadi autis.




Apakah autis (autism) itu ?


Autisme atau autism atau yang umum disebut dengan istilah autis adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial, baik verbal maupun non verbal, disertai perilaku yang berulang dan terbatas pada gerakan tertentu. Kedua gejala tersebut harus tampak sebelum anak berusia 3 tahun sedangkan hampir pada seluruh kasus, orangtua baru menyadari buah hati nya autis setelah berusia 3 tahun, umumnya karena belum dapat berbicara dengan lancar.




Bagaimana kemungkinan terjadinya autism pada anak laki-laki dan perempuan ?


Autisme terjadi pada 1-2 dari 1000 anak dan kejadian pada anak laki-laki lebih banyak 5 kali lipat dibandingkan anak perempuan.




Apa yang terjadi pada autisme ?


Autisme tidak sama dengan keterbelakangan mental. Beberapa individu autis justru meiliki kepandaian melebihi mereka yang bukan autis. Yang terjadi pada autis adalah gangguan interaksi sosial dan hidup dalam dunianya sendiri.




Apakah yang menyebabkan terjadinya gangguan interaksi sosial ?


Gangguan interaksi sosial pada autisme disebabkan oleh gangguan pada sel saraf dan  organisasi sistem saraf sehingga mempengaruhi proses pengolahan informasi.


Bagaimana terjadi gangguan pada sel saraf dan sistem saraf belum sepenuhnya diketahui. Faktor genetik merupakan faktor penyebab yang penting namun faktor genetik tersebut sangatlah kompleks dan belum diketahui pula dengan jelas bagaimana faktor genetik menyebabkan autism.

Kelainan pada kromosom berperan penting dalam hal faktor genetik. Terdapat 2 teori tentang kelainan kromosom ini, yaitu terjadi mutasi kromosom (kromosom berubah sifat) atau terjadinya interaksi antara gen dan lingkungan yang sebenarnya tidak mengubah DNA orangtua namun pada anak akan berubah ekspresinya.


Faktor penyebab lain yang cukup penting adalah faktor lingkungan, seperti logam berat dan pestisida. Vaksinansi seringkali dituding sebagai faktor penyebab autism namun telah dibuktikan bahwa hipotesis tersebut tidak masuk akal dan terbukti tidak benar secara ilmiah.

Gangguan interaksi sosial pada autisme juga tampak pada rendahnya intuisi dan perhatian terhadap orang lain di sekitarnya, sehingga sering disebut sebagai  “orang yang hidup di dunianya sendiri”.



Bagaimana tanda dan gejala autisme ?


Interaksi sosial yang janggal mulai semakin tampak jelas pada awal masa kanak-kanak (usia 2-3 tahun), yaitu : respons terhadap stimulus sosial, jarang tersenyum, jarang menatap sesama teman, dan kurang merespons bila namanya dipanggil.

Memasuki masa “toddler” (3-5 tahun) anak-anak autism makin tampak jelas berbeda dengan sebayanya, dengan menunjukkan gejala, antara lain :  
  • minimnya kontak mata dan selalu menghindari tatapan mata
  • kurang berespons secara emosi : tidak suka dipeluk, tidak menunjukkan rasa aman saat dipeluk, senang menyendiri, sulit berteman
  • tidak mampu berkomunikasi secara non-verbal  misalnya tidak mampu menunjuk ke arah sesuatu yang diinginkannya
  • sulit memahami aturan sosial, misal sulit berbaris saat masuk kelas, tidak mengerti harus mengantri  dan tidak mampu duduk tenang saat mengikuti pelajaran. Beberapa data menunjukkan bahwa anak autism seringkali menunjukkan perilaku agresif, merusak dan tantrum (mudah mengamuk)



Bagaimana anak autis berkomunikasi ?


Individu dengan autism umumnya tidak mampu berkomunikasi dengan baik bahkan untuk keperluan hidup sehari-hari. Kejanggalan dalam berkomunikasi ini sudah bisa mulai tampak pada usia 1 tahun berupa keterlambatan babbling (“bababa…papapa…mamama…”). Pada usia 2-3 tahun anak autis jarang sekali berkomunikasi dan kemampuan berbahasanya tidak berkembang (hanya seperti menggumam atau menggeram).


Anak autis jarang mengungkapkan permintaan atupun berbagi pengalaman. Mereka umumnya hanya mengulang kata-kata orang lain atau membalik-balikkan kata sehingga menjadi makin tidak jelas. Saat dewasa pun mereka kurang mampu untuk berkomunikasi dengan pemahaman.



Bagaimana tingkah laku anak autis ?


Gerakan motorik atau tingkah laku anak autis sangat khas, yaitu berupa gerakan dengan pola yang terbatas (itu-itu saja) dan berulang-ulang, misalnya :

  • Selalu menyusun mainannya dalam barisan
  • Menggerakkan anggota tubuh dengan gerakan yang sama berulang-ulang, misalnya : tangan menepuk-nepuk, atau mengguncang-guncangkan badan
  • Tidak suka dengan perubahan, misalnya : marah bila kegiatannya “diganggu”, marah bila ada perabot yang diubah tempat/arahnya, selalu memakai baju yang sama dan makan dengan menu yang sama setiap harinya.
  • Gerakan motorik yang terbatas juga tampak sebagai kesukaan hanya pada mainan atau program televisi tertentu
  • Gerakan yang menyakiti tubuh, misal : meninju mata, kulit, menggigit dan membentur-benturkan kepala
Tidak ada gejala tunggal dari yang tersebut di atas yang spesifik dan dapat memastikan bahwa seorang anak pasti menderita autis namun bila gejala-gejala tersebut bertambah sering dan bertambah parah maka kemungkinan bahwa anak tersebut autis semakin besar.




Autis merupakan suatu abnormalitas dengan spektrum yang sangat luas, mulai abu-abu ringan hingga hitam pekat, artinya derajat ringan beratnya autis sangat bervariasi, mulai sangat ringan hingga sangat berat. Autis yang berat bermanifestasi sebagai anak dengan kontak sosial yang sangat minimal dan gerakan yang tidak terarah. Sedangkan anak dengan autis yang ringan dapat bermanifestasi sebagai anak dengan tingkat intelegensia yang normal, bahkan lebih pandai dari sebayanya, namun minim interaksi sosial, sehingga tampak sebagai anak yang selalu menyendiri dan sulit berteman.


Derajat keparahan tersebut tidak semata-mata ditentukan dari derajat autis yang dibawa sejak lahir namun yang terpenting adalah stimulasi dan latihan secara rutin, terutama stimulasi untuk berinteraksi sosial.


Stimulasi dan latihan seyogyanya tidak menunggu guru atau fisioterapis datang karena mereka hanya datang umumnya hanya 1-2 jam/hari dan maksimal 5 hari/minggu. Yang berperan sangat penting dalam stimulai ini adalah peran anggota keluarga, terutama keluarga inti yaitu : ayah, ibu, kakak dan adik. Mereka seyogyanya sering memeluk, memegang tangan dan mengajak berbicara meskipun apa yang dikatakan oleh anak autis tidak jelas dan sulit dimengerti. Curahan kasih sayang akan dapat dirasakan oleh anak autis dan perlahan tapi pasti akan mampu “menyembuhkan”nya dari kesendiriannya.


Anak autis yang sepanjang hari hanya ditemani oleh pengasuh (yang notabene tidak memiliki kontak batin) akan lebih sulit mencapai kemajuan. Alih-alih mencapai kemajuan, justru kemunduran yang didapat. Ditambah lagi dengan makin maraknya berbagai gadget, yang mana membuat anak makin tenggelam dalam kesendiriannya. Oleh karena itu banyak anak autis yang maik bertambah usia makin sulit dikendalikan tantrumnya. Hal ini seyogyanya diperhatikan oleh orangtua karena bila stimulasi diberikan saat usia dini, di saat otak masih dalam perkembangan pesat, hasilnya akan jauh lebih baik dibanding bila orangtua baru memperhatikan saat usia di atas 5 tahun.


Yang terakhir yang penting adalah bila seorang anak menunjukkan gejala seperti autis, pastikan bahwa anak memiliki pendengaran yang normal karena anak dengan pendengaran yang tidak normal juga sulit berinteraksi dan kemampuan bicaranya pun terbatas karena tidak pernah mendengarkan orang lain berbicara.


Autis dapat dideteksi sejak usia yang sangat dini dan makin cepat stimulaasi diberikan maka anak akan terhindar dari autis yang “sebenarnya”. Beberapa anak autis yang berkat kegigihan orangtuanya terutama saat usia sebelum 3 tahun, sang buah hati sudah dapat bersekolah TK di sekolah umum layaknya anak yang bukan autis.

Deteksi perkembangan dan interaksi sosial diadakan di praktek 
Dharmahusada no 176 Surabaya, 
hari Senin-Sabtu, pagi jam 09.00-12.00 dan sore 18.00-21.00.

Berhubung tes perkembangan membutuhkan waktu yang cukup, 
mohon konfirmasi sebelumnya di 
HP 08569876259 / WA 085785705153 / PIN BB 25f1b04f.

Senin, 22 September 2014

Mom's Little Gathering


Don't miss it, Moms!!
Tempat terbatas bagi 30 Moms !!

NB :
1. Mohon maaf suvenir tidak diperjualbelikan dan hanya diberikan kepada para Moms yang hadir pada acara gathering
2. Bagi peserta yang berhalangan hadir, uang pendaftaran akan dikembalikan (dapat diambil di praktek dr. Ni Putu Sudewi, SpA di Jl. Dharmahusada no.176 Sby) dengan menunjukkan struk transfer
3. Struk transfer harap dibawa untuk ditukar dengan suvenir

Jangan terlambat datang ya Moms.... ada 10 suvenir cantik lagi buat 10 Moms yang datang paling awal

So, tunggu apa lagi ???

Minggu, 20 Juli 2014

Tes Perkembangan

Karena Pertumbuhan saja Tidaklah Cukup

Anak yang sehat ditandai dengan perkembangan dan pertumbuhan yang  optimal, tidak berlebihan ataupun kekurangan. Seringkali orangtua merasa senang dan puas bila melihat sang buah hati bertubuh gemuk menggemaskan. Demikian pula bila anak aktif berlari, memanjat dan melompat kesana kemari.

Tapi akan menjadi kekhawatiran dan tanda tanya bila anak yang gemuk hingga usia 6 bulan belum mampu tengkurap sendiri. Atau anak yang sangat aktif gerakannya ternyata hingga usia 3 tahun belum bisa berbicara ataupun berkomunikasi : berlari kesana kemari tanpa menghiraukan panggilan, memukul tanpa arah dan hanya asyik dengan dirinya sendiri.

Contoh anak dengan keterlambatan perkembangan :

Seorang anak laki-laki, 3 tahun, mulai menunjukkan gejala hiperaktif, yaitu : bergerak sangat aktif, berlari ke sana kemari sendiri tanpa arah dan tujuan bermain yang jelas, tidak menghiraukan panggilan dan ucapan, sering memukul terutama bila orang lain bila tidak memenuhi apa yang dikehendakinya. Orangtua membawanya berobat dan anak tersebut diberi obat agar bisa tenang. Namun bila pengaruh obat tersebut hilang maka anak akan kembali menjadi “beringas”. Dan yang membuat keadaan makin parah adalah asupan makan dan minumnya menjadi berkurang akibat tidur yang lebih lama sehingga berat badan anak tersebut berkurang. Karena tidak terdapat perbaikan, orangtua mencari  ”second opinion” dan oleh dokter dilakukan tes pendengaran. Dan betapa terkejutnya orangtua saat hasil tes pendengaran disampaikan karena hasil tes pendengaran menyatakan bahwa anak tersebut “TULI BERAT”.


Dapat dipahami bahwa seseorang yang tuli akan menjadi bisu. Dan anak yang tuli lebih cenderung menjadi anak yang hiperaktif dan temperamental karena ia tidak dapat menyatakan keinginannya dan orang lain tidak dapat memahami keinginannya. Seringkali orangtua menganggap bahwa anak laki-laki “wajar” bila nakal, aktif, dan terlambat kemampuan bicaranya. Hal ini yang membuat orangtua menjadi lalai terlebih bila anak sehari-hari hanya bersama pengasuh yang umumnya tidak memahami tahap perkembangan bayi/anak.


Parents, umumnya kita menilai perkembangan buah hati hanya dari perkembangan motorik kasarnya saja, yaitu : tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 6-7 bulan, berdiri dan mulai berjalan usia 9-10 bulan. Sangat jarang parents mengetahui dan memahami tentang perkembangan motorik halus, perkembangan berbicara (bahasa) dan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain.



Pada contoh anak di atas, orangtua menyatakan bahwa mereka tidak menyadari bahwa anak mereka tuli karena menganggap anak perempuan memang “lebih pintar” bicaranya daripada anak laki-laki. Dan mereka menyatakan bahwa anak mereka juga menoleh bila mendengar suara petir atau klakson yang keras.

Untuk mengetahui perkembangan seorang anak mutlak diperlukan alat ukur yang akurat dan telah menjadi standar intarnasional. Bila kita menilai anak kita tidak tuli karena anak menoleh bila mendengar klakson yang keras, tentu saja hal tersebut tidak dapat dijadikan pedoman untuk menilai seorang anak menderita gangguan pendengaran atau tidak.

Tes perkembangan dengan metode DDST (Denver Development Screening Test) merupakan tes perkembangan yang akurat dan menjadi standar internasional (bukan hanya Indonesia), sehingga penilaian tahap perkembangan untuk anak Indonesia akan sama dengan anak di Amerika, Eropa, Afrika dan negara lain. DDST menguji perkembangan bayi/anak hingga mulai lahir hingga usia 6 bulan, meliputi aspek motorik kasar,motorik halus, bahasa dan personal sosial.


Dengan DDST maka :

  • Seorang bayi harus dapat menoleh bila diperdengarkan suara lonceng yang telah terstandarisasi, di mana kekuatan bel tersebut sama dengan kekuatan suara percakapan biasa.Sehingga ketulian, yang ditandai dengan “bisa mendengar” suara klakson yang keras, akan dapat terdeteksi sedini mungkin sehingga mencegah gangguan komunikasi dan perilaku pada anak.
  • Seorang bayi harus dapat menggenggam icik-icik (dengan bentuk dan besar yang terstandarisasi) sebelum usia 6 bulan. Bila belum mampu maka harus diwaspadai terdapat keterlambatan pada aspek motorik halus yang merupakan tanda gangguan perkembangan otak.
  • Seorang bayi harus bisa tepuk tangan sebelum usia 12 bulan. Bila bayi belum tepuk tangan hingga usia 12 bulan maka kemampuan dalam aspek personal sosial (interaksi sosial) harus diwaspadai. Sehingga tidak terjadi lagi anak baru diketahui terdapat gejala autism pada usia 3 tahun.



Tes perkembangan sudah dapat dilakukan sejak bayi berusia 1 bulan. Bila tidak didapatkan kecurigaan keterlambatan perkembangan, tes cukup dilakukan tiap 3 bulan namun bila terdapat keterlambatan harus dilakukan tiap bulan disertai latihan untuk mengejar ketertinggalan. Karena ada kalanya “keterlambatann” terjadi karena kurangnya stimulasi. Sehingga bila setelah dilakukan stimulasi dengan target waktu tertentu ternyata tidak mengalami kemajuan yang bermakna, bayi/anak harus dirujuk ke dokter Spesialis Anak agar dapat diketahui penyebabnya dan dapat dilakukan intervensi sedini mungkin.

Rabu, 28 Mei 2014

Cedera Kepala pada Bayi & Anak :

Bagaimana penanganannya ?



Cedera kepala merupakan kejadian yang sering terjadi pada bayi dan anak. Sejak bayi dapat merangkak, ia lebih berisiko mengalami cedera kepala, terutama akibat terjatuh dari tempat tidur. Bahkan saat bayi baru bisa tengkurap pun, sudah sering terjadi kepala bayi membentur dinding saat berganti posisi dari telentang ke telungkup. Cedera kepala bukan hanya dapat terjadi akibat “kesalahan” anak, namun dapat pula terjadi cedera kepala saat bayi terjatuh dari gendongan. Dan yang paling sering tidak diketahui oleh orangtua adalah bahwa gerakan mengguncang-guncang bayi atau melempar-lempar bayi ke atas (meskipun dengan maksud untuk becanda) sangat berisiko mengakibatkan cedera pada otak.

Pertanyaan yang selalu disampaikan oleh orangtua kepada dokter adalah “Apakah anak saya tidak apa-apa,dok?”

Seringkali orangtua mengkhawatirkan adanya benjolan, memar atau luka pada kulit kepala. Hal yang perlu diketahui oleh orangtua adalah bahwa yang berbahaya adalah ada tidaknya perdarahan dalam jaringan otak atau kerusakan otak itu sendiri akibat cedera.  Pada bayi/anak yang mengalami guncangan, jelas tidak ada memar atau benjolan di kulit kepala namun perdarahan atau kerusakan jaringan otak  dapat terjadi.

Gangguan atau perdarahan dalam jaringan otak secara obyektif tampak dengan pemeriksaan CT scan kepala. Namun orangtua seyogyanya mengenali dan mencurigai tanda-tanda berikut ini :
  • Anak tidak sadar, dapat perdarahan dalam rongga kepala atau pembengkakan otak akibat guncangan
  • Adanya benjolan atau memar di kepala, baik di sisi depan, atas, belakang maupun samping.
  • Gangguan penglihatan bahkan kebutaan akibat terbenturnya bagian belakang kepala dengan keras,  harus dicurigai bila bayi tidak merespon mainan atau anak menabrak atau terhuyung saat berjalan.
  • Memar pada pelipis atau bengkak pada kelopak mata akibat terbenturnya kepala bagian depan.
  • Kekakuan pada leher dapat disebabkan perdarahan pada selaput otak.
  • Keluarnya cairan atau darah dari lubang hidung atau telinga.


Bawalah anak segera ke UGD rumah sakit bila terdapat tanda-tanda di atas. Di rumah sakit biasanya akan dilakukan pemeriksaan CT scan kepala. Pemeriksaan rontgen kepala biasa tidak direkomendasikan karena tidak dapat memberikan informasi yang akurat.

Bila tidak terdapat tanda-tanda tersebut, anak sebaiknya tetap dibawa ke dokter. Dokter akan memberikan penanggulangan keluhan dan gejala yang tampak saat itu dan cara mengantisipasi dan cara mengenali tanda dan keluhan bila terjadi perburukan. Perlu dipahami oleh orangtua bahwa perdarahan otak tidak harus terjadi segera setelah terjadi cedera kepala. Hal ini disebabkan perdarahan otak dapat terjadi sedikit demi sedikit.

Bagaimana cara mencegah terjadinya cedera kepala ?


Saat seorang bayi mulai dapat miring-miring, sang bayi sudah berhadapan dengan risiko cedera kepala, misalnya terbentur dinding yang membatasi tempat tidur. Seringkali orangtua “menyalahkan” sang anak dengan mengatakan “ Habis anak saya ini hiperaktif,dok… tidak bisa diam…maunya gerak terus…”. Atau mengajukan pembelaan seperti “Soalnya saya kan juga harus bersih-bersih rumah,kalau saya nungguin anak saya terus, kan  tidak bisa bersih-bersih rumah”

Sangat dianjurkan kepada orangtua untuk mengenali tahap-tahap perkembangan motorik sang buah hati karena apa yang sering diartikan sebagai “hiperaktif” itu adalah sesuatu yang normal. Bahwa dunia anak adalah dunia penuh gerak dan bermain. Hanya saja bayi dan anak belum memahami akibat dari cedera kepala dan seringkali belum mengerti cara mencegahnya. Dengan memahami perkembangan motorik anak, orangtua akan dapat melakukan pencegahan agar kemungkinan terjadi cedera kepala dapat diminimalkan. Termasuk pula menyiasati bila sang buah hati tidak setiap saat ada yang mengawasi.

Berikut ini adalah beberapa pencegahan yang dapat dilakukan :


  • Bila bayi sudah dapat berguling, letakkan kasur di bawah tempat tidur.
  • Bila bayi sudah dapat berdiri, berikan pelindung di sekitar tempat tidurnya, misalnya pagar yang melingkar. Atau anak diletakkan di kasur tanpa tempat tidur sehingga bila terjatuh pun tidak akan menyebabkan cedera kepala yang serius.
  • Hindari pemakaian baby-walker tanpa pengawasan karena anak dapat terguling atau membentur dinding bila meluncur terlalu cepat.
  • Jangan biarkan air termasuk air seni berceceran di lantai.
  • Jangan mengguncang-guncang bayi maupun melempar-lempar bayi ke atas meskipun anak tampak senang dan tertawa-tawa.


Semoga ulasan di atas bermanfaat untuk mencegah terjadinya cedera kepala pada buah hati.

                

Minggu, 27 April 2014

Hand Foot Mouth Disease

Penyakit Kaki Tangan Mulut


Penyakit Hand Foot and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit kaki- tangan-mulut ditemukan pertama kali di negara Selandia Baru pada tahun 1957. Penyebutan infeksi ini dengan “Flu Singapore” sebenarnya kurang tepat karena pada penyakit ini sangat jarang atau tidak ditandai dengan flu (batuk, pilek, radang tenggorok). Istilah “Singapore” disebabkan pernah terjadi wabah HFMD yang sangat luas di Singapore. Hal ini dapat dipahami karena infeksi ini sangat menular.


Apakah penyebab HFMD itu dan bagaimana cara penularannya? 


HFMD disebabkan oleh virus yang termasuk golongan picornaviridae. Penyakit ini cukup banyak diderita dan sangat menular. Penularan terjadi melalui kontak udara pernapasan dan percikan air liur.

HFMD terutama menyerang bayi dan anak usia di bawah 10 tahun namun dapat juga diderita oleh orang dewasa yang sedang berada dalam kondisi tubuh yang lemah. Penularan terutama terjadi pada lingkungan yang padat, misalnya di sekolah ataupun tempat penitipan anak (TPA). Umumnya penularan terjadi pada musim kemarau (dan musim gugur pada daerah dengan 4 musim).

Masa inkubasi HFMD berkisar antara 3-6 hari, artinya penderita terinfeksi udara yang mengandung virus penyebab HFMD sekitar 3-6 hari sebelum timbul gejala pertama kali.



Bagaimana gejala HFMD?

Gejala HFMD umumnya berupa demam, mudah lelah, terasa lemah dan nafsu makan berkurang, ataupun rewel pada bayi. Gejala pada kulit tampak sebagai bercak pada telapak tangan dan kaki serta kulit sekitar mulut dan hidung. Bercak selanjutnya berubah menjadi bintil ataupun gelembung yang  berisi cairan. Gejala ini hampir mirip dengan cacar air ataupun herpes. Bercak ataupun bintil ini terasa gatal dan pada dewasa akan terasa sangat gatal


Bercak dan bintil pada rongga mulut dapat berubah menjadi sariawan, baik pada selaput lendir bibir, pada langit-langit rongga mulut maupun tepat pada tempat menelan yang menyebabkan asupan makan dan cairan berkurang akibat rasa nyeri dan pedih. Demam pada HFMD  tidak terlalu tinggi (sekitar 37-37,5⁰C). Bila terjadi demam tinggi biasanya disebabkan asupan cairan 
sangat berkurang sehingga menyebabkan dehidrasi.



Bagaimana pengobatan HFMD?

Sama hal nya dengan infeksi virus, HFMD tidak memerlukan pengobatan. Virus akan reda dengan “perlawanan” dari daya tahan (imunitas) tubuh penderita. Penderita disarankan untuk banyak istirahat dan memperbanyak asupan nutrisi.


Masalahnya, pada HFMD – seperti infeksi virus lainnya – akan terjadi kelemahan tubuh, nafsu makan yang berkurang bermakna ditambah dengan sariawan pada rongga mulut yang menyebabkan bukan hanya nyeri namun juga pedih bila tersentuh cairan apalagi makanan.


Karena proses penyembuhan sangat tergantung pada daya tahan tubuh maka penderita harus dibantu agar tidak tersiksa. Demam, gatal, serta berkurangnya nafsu makan harus diatasi sehingga dapat istirahat dan asupan 
nutrisi terjamin.


Daya tahan tubuh sangat berperan pada penyembuhan HFMD. Bayi/anak dengan status gizi yang baik dan asupan makan/susu sehari-hari yang baik akan lebih cepat sembuh dibanding dengan bayi/anak dengan status gizi kurang terlebih dengan asupan gizi harian yang kurang memadai.


HFMD sangat jarang menyebabkan penderitanya dirawat inap, kecuali pada kondisi tubuh yang sangat lemah, status gizi yang kurang ataupun terjadi dehidrasi yang cukup berat akibat sariawan yang hebat pada rongga mulut. Meskipun sangat jarang, namun dapat terjadi pula komplikasi HFMD berupa peradangan pada otak ataupun selaput otak dan kelumpuhan. Pada kulit dan kuku dapat terbentuk sisik dan terjadi pengelupasan yang cukup hebat.

Pengobatan HFMD sangat berbeda dengan pengobatan cacar air maupun herpes. Oleh karena itu penting untuk membawa anak berobat ke dokter agar anak mendapat penanganan yang tepat.


Bagaimana cara mencegah terjadinya penularan HFMD?

Cara mencegah HFMD adalah dengan mencegah paparan atau kontak dengan mereka yang sedang menderita HFMD. Namun hal tersebut tidaklah mudah karena banyak kasus tidak diketahui tertular dari siapa. Hal tersebut dapat dipahami karena virus ditularkan melalui udara dan udara dapat beredar kemana-mana.


Berbeda dengan cacar air, HFMD juga tidak dapat dicegah dengan vaksinasi karena belum tersedia vaksin untuk mencegah HFMD. Hal lain yang sangat berbeda dengan cacar air adalah bahwa cacar air hanya terjadi sekali seumur hidup sedangkan HFMD dapat terjadi berulang kali karena tidak terbentuk antibody setelah sembuh.


Meskipun HFMD tidak dapat dicegah, namun kita sebagai orangtua dapat memperpendek masa sakit dan mencegah komplikasi HFMD dengan membentuk daya tahan (imunitas) tubuh sang buah hati dan segera membawanya berobat tidak jatuh dalam kondisi yang sangat lemah. 

Minggu, 20 April 2014

Anemia : Bukan Hanya Sekedar Pucat

Anemia adalah kurangnya jumlah sel darah merah dalam tubuh. Secara umum anemia dikenal dengan kondisi dimana nilai Hemoglobin (Hb) dalam darah berada di bawah normal. Nilai normal Hb manusia berkisar antara 11-14 g/dL.

Banyak hal yang dapat menyebabkan kondisi anemia, namun penyebab utama anemia pada bayi dan anak adalah kekurangan zat besi. Zat besi merupakan salah satu komponen utama sel darah merah. Komponen utama lainnya adalah protein. Umumnya anak dengan kekurangan zat besi juga mengalami kekurangan zat protein karena zat besi umumnya terkandung dalam bahan makanan hewani, terutama daging merah. Sayur mayur juga mengandung zat besi namun zat besi dalam tumbuhan tidak dapat langsung diserap oleh usus, sedangkan zat besi dari bahan hewani dapat langsung diserap oleh usus (saluran cerna).

Banyak orangtua yang menganggap bahwa anemia adalah bila seorang anak tampak pucat. Tidak jarang pula orangtua tidak menganggap pucatnya anak sebagai anemia, namun “Oh, anak saya ini kulitnya memang paling putih dibandingkan saudara-saudaranya” atau “Oh, soalnya anak saya baru saja lari-lari” atau “Oh, itu memang turunan, keluarga kami banyak yang seperti itu”.

Sehingga banyak orangtua yang menganggap bahwa “pucat” itu adalah hal yang biasa. Padahal yang sesungguhnya, anemia tidak selalu ditandai dengan pucat karena bila sampai tampak pucat, maka hal itu berarti anak sudah dalam keadaan anemia berat.

Ulasan di bawah ini akan menguraikan pengaruh anemia terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kecerdasan buah hati kita.


Pengaruh anemia terhadap kecerdasan dan daya konsentrasi anak



Zat besi dibutuhkan pada  proses pembelajaran, penglihatan serta pendengaran. Zat besi sangat berperan pada proses pembentukan saraf otak dan zat penghantar impuls saraf (neurotransmitter); hal ini dapat diibaratkan sebagai kabel dan aliran listriknya, dimana kecerdasan dan konsentrasi merupakan hasil dari aliran sirkuit listrik. Kadar zat besi dalam otak lebih tinggi dibanding kadarnya dalam darah. Selain itu kadar zat besi juga lebih tinggi dibandingkan zat kimia yang lain karena zat besi merupakan elemen terpenting dalam jaringan otak.

Gangguan fungsi otak dapat terjadi bila kadar zat besi dalam otak mulai berkurang. Berkurangnya kadar zat besi dalam otak dapat terjadi baik dalam keadaan anak sudah mengalami anemia (kadar zat besi dalam darah sudah rendah) maupun belum terjadi anemia mesipun anemia belum terjadi (kadar zat besi dalam darah masih dalam batas normal). Dampak yang diakibatkan pun akan berbeda.

Bila berkurangnya zat besi dalam otak terjadi saat anak belum mengalami anemia (kadar zat besi dalam darah masih normal) maka gangguan kecerdasan dan konsentrasi akan teratasi dengan pemberian zat besi  jangka panjang.

Bila anak sudah mengalami anemia (yang tentunya kadar zat besi dalam otak sudah sangat berkurang), maka dengan pemberian zat besi hanya terjadi sedikit perbaikan, bahkan sebagian tidak menunjukkan perbaikan atau dengan kata lain gangguan kecerdasan yang terjadi akan menetap.

Perlu diperhatikan bahwa meskipun anak belum mengalami anemia, namun bila berkurangnya zat besi dalam otak terjadi saat “golden period”, yaitu masa di mana perkembangan otak sangat agresif (sejak janin usia 6 bulan hingga anak berusia 2 tahun) maka gangguan fungsi otak yang terjadi akan menetap dan tidak akan kembali normal lagi ke kondisi semula.
  

Pengaruh zat besi pada perilaku dan temperamen anak



Seperti diuraikan di atas bahwa zat besi berperan penting pada pembentukan neurotransmitter, yaitu zat kimia penghantar impuls (aliran listrik) pada saraf, termasuk juga neurotransmitter inhibisi. Inhibisi diartikan sebagai “penghambat”,  jadi neurotransmitter yang berfungsi untuk mengerem. Sehingga bila neuroransmiter inhibisi ini tidak berkembang dengan baik,maka anak yang bersangkutan kurang bisa di ‘rem”, baik dalam hal perilaku (terlalu aktif) maupun temperamen (mudah rewel atau marah hingga tantrum). Berkurangnya zat inhibisi juga menyebabkan konsentrasi anak terganggu karena anak terlalu aktif sehingga tidak dapat memusatkan perhatian dengan baik.


Pengaruh zat besi terhadap daya tahan (imunitas) tubuh



Daya imunitas tubuh terutama diperankan oleh sel darah putih (leukosit). Zat besi merupakan komponen penting dalam sel darah putih untuk menjalankan fungsinya membunuh kuman penyebab penyakit, baik virus maupun bakteri. Itulah sebabnya mengapa anak yang anemia akan mudah dan sering dan bila sakit akan berlangsung lebih lama dibandingkan anak yang tidak anemia. Sakit yang lama hampir selalu akan lebih memperburuk asupan makannya sehingga anak makin anemia. Terjadilah lingkaran setan antara anemia dan infeksi.


Pengaruh zat besi terhadap nafsu makan



Bila kita menjulurkan lidah, akan tampak tonjolan-tonjolan pada permukaan lidah kita.Itu adalah ujung-ujung saraf pengecap yang membuat kita dapat merasakan manis, asin, asam dan pahit. Pada anak yang mengalami anemia maka saraf pengecap tidak berfungsi secara optimal sehingga anak tidak dapat mengenal rasa dengan baik. Oleh karena itu tidaklah aneh bila anak dengan anemia akan menolak semua makanan yang enak sekalipun. Makanan apapun yang disiapkan oleh ibunya akan ditolak. Dan yang lebih parah, anak justru menyukai “makanan” yang aneh, seperti: rambut, tanah, pasir atau cukilan tembok; kondisi ini disebut dengan pica.

Dari uraian di atas semoga dapat menjelaskan tentang pentingnya kecukupan zat besi dalam tubuh seorang anak. Anemia bukan hanya sekedar tampak pucat, namun lebih daripada itu. 

Anemia sangat mengganggu perkembangan, kecerdasan dan pertumbuhan seorang anak, terlebih bila anemia terjadi di saat golden period.

Satu hal yang tidak kalah penting adalah bahwa zat besi tidak dapat berperan sendiri dalam metabolisme tubuh. Setelah diserap di saluran cerna, zat besi hanya dapat masuk ke aliran darah dalam ikatan dengan protein sehingga bila status gizi bayi dan anak tidak optimal maka  suplemen zat besi sebanyak apapun akan sia-sia. Itulah sebabnya mengapa banyak orangtua mengeluhkan anaknya yang tetap tidak mau makan ataupun konsentrasinya tidak membaik meskipun sudah diberikan aneka vitamin, mulai dari yang murah hingga yang mahal.

Pastikan sang buah hati tidak mengalami anemia, tidak hanya dalam tubuhnya namun juga dalam jaringan sarafnya. Jangan biarkan potensi dan talentanya yang berlimpah menjadi sia-sia hanya karena anemia yang seharusnya bisa dicegah.

Pastikan pula status gizi buah hati anak tercukupi dalam hal kecukupan proteinnya. Anak gemuk tidak selalu berarti memiliki status kecukupan protein yang memadai karena berat badan yang di atas rata-rata sebagian besar karena lemak yang tinggi.


Bukan hanya saat sakit sang buah hati perlu diperhatikan. Karena hampir sebagian besar anak terlihat sehat dan aktif namun sebenarnya kekurangan elemen yang sangat dibutuhkan terutama untuk menyelamatkan potensi dan talentanya.

Senin, 31 Maret 2014

Tes Alergi : Apa Manfaatnya?

Alergi merupakan suatu kondisi dimana tubuh secara berlebihan bereaksi terhadap suatu zat (hipersensitif). Tubuh individu dengan alergi akan menganggap berbahaya suatu zat yang pada orang normal tidak berbahaya. Misalnya : seseorang akan mengalami sesak napas bila mengkonsumsi udang padahal udang tidak berbahaya bagi mereka yang tidak alergi udang.

Seseorang dengan alergi umumnya memiliki riwayat keluarga alergi namun pada sebagian kasus (5-15%) dapat pula tidak memiliki anggota keluarga alergi. Alergi tidak dapat dihilangkan.  Alih-alih dihilangkan, riwayat alergi sedikit banyak akan “diwariskan”pada keturunannya. Alergi tidak dapat dihilangkan namun dapat dicegah dan dikontrol.

Bila zat yang menyebabkan alergi diketahui oleh individu yang bersangkutan,maka timbulnya gejala alergi akan dapat dicegah. Namun tidak jarang penyebab alergi tidak diketahui atau saling tumpang tindih. Hal ini seringkali menyebabkan gejala alergi terjadi terus-menerus dan menyebabkan penderita tidak dapat lepas dari obat alergi bahkan jatuh dalam kondisi frustasi.

Mari kita perhatikan kasus di bawah ini :

Seorang anak laki-laki usia 5 tahun dibawa ke praktek dengan keluhan batuk berulang sejak usia 2-3 tahun. Batuk berkurang bila minum obat dan akan timbul kembali setelah obat habis. Pasien selama ini mengkonsumsi susu formula berbahan kedele (soya) dan hanya makan daging sapi. Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi daging ayam, telur, ikan laut dan makanan laut lain (misalnya udang ). Makanan hampir  selalu direbus atau di tim, jarang sekali digoreng, Untuk camilan pasien hanya boleh makan roti tawar, tidak boleh makan coklat, es krim, keju. Oleh orangtua, pasien juga sangat jarang bepergian misalnya ke mal karena seringnya sakit. Namun pasien tetap batuk; hampir tiap 2-4 minggu selalu ke dokter.

Pasien disarankan untuk menjalani tes alergi. Dari tes alergi didapatkan hasil bahwa pasien tidak menunjukkan alergi terhadap bahan makanan yang selama ini dihindarinya. Tes positif hanya terhadap jamur udara dan hasilnya sangat mencolok. Dan ternyata memang dinding rumah pasien sangat lembab dan hampir seluruh dinding di rumah berjamur akibat rembesan air.

Orangtua pasien kemudian memindahkan sementara pasien ke rumah nenek.  Selama “mengungsi” ternyata batuk pasien berkurang secara bermakna. Dan yang lebih menggembirakan, pasien dapat makan semua makanan yang selama ini dilarang dan ternyata semua makanan yang dianggap “berbahaya” itu tidak menyebabkan batuk. Hal ini menyebabkan status gizi pasien bertambah baik dan pasien dapat menikmati masa kecilnya.

Dari kasus di atas jelaslah bawa penyebab alergi sedapat mungkin diketahui agar kualitas hidup pasien tidak terganggu. Terdapat 2 jenis tes alergi, yaitu dengan pemeriksaan darah dan tes kulit. Tes darah relatif sulit dilakukan pada anak apalagi bayi karena jumlah darah yang dibutuhkan cukup banyak, selain itu biaya pemeriksaan sangat sangat mahal.

Tes kulit merupakan tes alergi yang umum dilakukan pada bayi dan anak. Cara pemeriksaan adalah : pada lengan  diteteskan bahan-bahan yang akan diuji dan kemudian digores (bukan ditusuk) tanpa perlu berdarah. Dalam waktu 30 menit akan tampak kemerahan pada zat yang menimbulkan alergi pada individu tersebut.

Keakuratan tes kulit sangat tergantung pada kualitas bahan yang digunakan. Selain itu perlu digunakan peralatan yang tidak menakutkan dan menyakitkan anak sehingga tidak menyebabkan trauma fisik maupun psikis.

Tes alergi merupakan alat diagnostik yang sangat penting. Perlu disadari bahwa dengan tidak diketahuinya dengan tepat zat yang menimbulkan alergi, hidup dan aktivitas anak akan terganggu yang selanjutnya akan mengganggu tumbuh kembang anak dan menurunkan kualitas hidup anak. Anak pun terus-menerus harus mengkonsumsi obat alergi. Hal ini sangatlah memprihatinkan.


Tes alergi dapat dilakukan di praktek Dharmahusada 176 Surabaya, Senin – Sabtu (pagi dan sore). 

Hubungi 08569876259 atau PIN 25f1b04f untuk perjanjian.

Minggu, 16 Maret 2014

Kejang Demam : Apakah Berbahaya?

Kejang demam adalah kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh yang tinggi. Awam seringkali menyebut kejang demam dengan istilah “step”. Kejang demam adalah jenis kejang yang paling sering terjadi pada anak.

Apakah sebenarnya kejang itu dan bagaimana kejang bisa terjadi ?

Kejang adalah gerakan anggota tubuh yang tidak terkontrol dan tidak disadari. Gerakan anggota tubuh tersebut dapat berupa gerakan tangan, kaki, leher dan sebagainya. Gerakan tersebut bisa menekuk, lurus ataupun keduanya.
Kejang terjadi akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan dalam otak. Banyak hal yang menyebabkan kejadian ini, yaitu : suhu tubuh yang tinggi (kejang demam), kekurangan cairan (dehidrasi), kekurangan oksigen, perdarahan otak (misalnya pada trauma kepala)dan gangguan muatan listrik otak yang dibawa sejak lahir ataupun yang diturunkan (yang sering disebut epilepsi atau ayan).
Jadi banyak sekali hal yang menyebabkan kejang pada anak. 

Topik kita sekarang adalah kejang demam

Kejang demam atau step adalah kejang yang disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh atau demam. Suhu tubuh yang dapat menyebabkan kejang sangatlah bervariasi. Ada anak yang sudah mengalami kejang pada suhu tubuh 38⁰C  namun ada yang baru kejang setelah suhu tubuh mencapai 40⁰C.

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 4:1 dan umumnya diturunkan dari orangtua ataupun kerabat yang umumnya juga laki-laki, misalnya ayah,paman (baik dari pihak ayah ataupun ibu), namun demikian perempuan juga dapat menurunkan (missal ibu ataupun bibi baik dari pihak ibu maupun ayah). Namun demikian, bila tidak terdapat riwayat step pada orangtua atau keluarga bukan berarti seorang anak 100% terbebas dari risiko kejang demam. Oleh karena itu demam pada semua anak haus mendapat perhatian dari orangtua.

Kejang demam dialami oleh anak usia 6 bulan hingga 6 tahun. Bila seorang bayi berusia kurang dari 6 bulan ataupun lebih dari 6 tahun mengalami kejang saat demam,harus dicurigai adanya penyakit lain, misalnya epilepsi, infeksi otak ataupun tumor otak.
Umumnya kejang demam melibatkan kedua sisi anggota tubuh dan gerakannya adalah menekuk dan lurus secara bergantian/ritmik atau yang seringkali disebut kelojotan. Umumnya disertai dengan mata melirik ke atas, keluar busa dari mulut serta buang air kecil/besar dengan tidak disadari. Bila hanya satu sisi tubuh yang mengalami kejang harus dipastikan apakah kejang ini adalah kejang demam ataukan terdapat penyebab yang lain.
Lama kejang berlangsung pada kejang demam tidak lebih dari 15 menit. Bila kejang berlangsung hingga 30 menit bahkan lebih harus dipikirkan kemungkinan penyebab lain, misal : infeksi/radang otak (meningitis/ensefalitis), epilepsi, perdarahan otak dan sebagainya.

Kejang demam adalah kejang yang termasuk “ringan” dalam arti kata tidak terdapat kerusakan otak akibat kejang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan rekam otak atau EEG yang normal. Namun bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit bahkan lebih dari 30 menit, dapat terjadi gangguan pada otak. Demikian pula bila kejang terjadi lebih dari 3 kali dalam sehari meskipun kejang berlangsung kurang dari 15 menit. Hal ini disebabkan otak tidak mendapat suplai oksigen saat kejang terjadi karena anak tidak bernapas saat kejang berlangsung.sehingga makin lama kejang berlangsung atau makin sering kejang terjadi maka otak anak akan mengalami kekurangan oksigen yang berat . Tanda bahwa anak kekurangan oksigen adalah bibir yang tampak pucat bahkan membiru. Oleh karena itu, jangan pernah menganggap sepele kejang demam atau step meskipun si anak sudah “bawaan” step. Seringkali orangtua menganggap bahwa bila anaknya step adalah hal yang “sudah biasa” sehingga tidak segera membawa anaknya berobat. Jangan menunggu sampai kejang terjadi berulang atau kejang tidak kunjung berhenti baru mencari pertolongan.

Bagaimana penanganan kejang demam ?

Saat ini terdapat obat untuk menghentikan kejang dengan segera, yaitu obat yang dimasukkan ke dubur anak yang sedang kejang. Sekilas memang praktis. Namun harus diketahui dan disadari oleh para orangtua bahwa obat penghenti kejang tersebut adalah Diazepam, yang bekerja secara sentral, yaitu mempengaruhi otak agar “tenang”. Hal ini ditunjukkan dengan kejang yang berhenti namun harus diwaspadai bahwa napas anak pun dapat berhenti.

Kalaupun menghentikan kejang mudah dilakukan dengan obat anti kejang dari dubur tersebut,namun apabila kejang bisa dicegah, untuk apa kejang harus terjadi? Seperti telah diulas di atas, setiap kali kejang maka anak tidak bernapas dan saat itu otak anak tidak mendapatkan oksigen.

Jadi, bagaimana mencegah terjadinya kejang demam atau step ?

Step tidak akan terjadi bila demam anak tidak melebihi ambang batasnya. Seperti dijelaskan di atas, tiap anak memiliki ambang batas step yang berbeda.
Adalah orangtua  yang mengetahui pada suhu tubuh berapa anaknya kejang. Namun hal tersebut tidaklah selalu mudah karena orangtua sudah panik ataupun orangtua tidak terbiasa mengukur suhu tubuh anaknya bila demam dan hanya mengandalkan perabaan dengan tangan saja.

Pencegahan kejang demam harus dimulai dengan pencegahan demam. Orangtua sebaiknya segera memberi obat penurun panas bila anak demam. Terdapat berbagai macam  obat penurun panas, ada yang diminum dan dimasukkan dubur. Orangtua sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan pbat penurun panas yang terbaik untuk sang buah hati. Sangat dianjurkan untuk meminta persediaan obat penurun panas yang cocok dari dokter sehingga orangtua dapat memberi pertolongan sebelum berobat ke dokter.
Hal yang tidak jarangterjadi adalah orangtua langsung memberi antibiotik ataupun mengulang resep sebelumnya yang dianggap cocok. Sebaiknya orangtua membawa anak berobat karena kondisi anak saat ini bisa saja berbeda dengan kondisi sakit yang sebelumnya. Terlebih lagi pemberian antibiotik tanpa resep dokter akan menimbulkan risiko terjadi “kebal”.

Selain obat penurun panas, dianjurkan mengompres badan anak dengan air hangat, bukan air dingin, air es ataupun alcohol. Kompres dapat dilakukan pada seluruh tubuh terutama dahi, leher, ketiak dan selangkangan.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah : siapakan yang mengasuh anak sehari-hari? Bila ayah dan ibu bekerja di luar rumah, orangtua harus dapat menginformasikan dengan jelas kepada pengganti orangtua, misalnya nenek, bibi, ataupun pengasuh lain. Namun jangan sampai terjadi obat yang diberikan berlebihan dosisnya ataupun terlalu dekat jarak pemberiannya. Sebaiknya orangtua tetap memantau meskipun yang memberikan obat adalah orang lain.

Bagaiman bila kejang telanjur terjadi ?

Bila toh kejang tetap atau telanjur terjadi terjadi, jangan menunda membawa anak ke rumah sakit (UGD), meskipun malam hari sekalipun. Jangan pernah meremehkan bahwa kejang hanya akan terjadi satu kali dan bila demamnya reda maka kejang tidak akan terjadi lagi. Hal ini pun harus diinformasikan ke pengasuh bila anak kejang saat orangtua tidak di rumah : bagaimana harus ke rumah sakit atau menuliskan nomor ambulans untuk segera mentransport sang buah hati ke rumah sakit.

Saat kejang dilarang memberikan minuman ataupun makanan apapun karena hal tersebut karena berisiko tersedak dan makanan/minuman tersebut dapat masuk ke saluran napas, terjadi sesak napas dan jelas akan memperburuk keadaan. Pemberian kopi bubuk yang dikabarkan dapat menghentikan kejang ataupun mencegah kejang hingga saat ini belum dapat  dibuktikan secara ilmiah.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah sangat tidak dianjurkan untuk memberI anak anti kejang oral (minum) tanpa indikasi yang tepat sesuai yang disarankan oleh dokter. Jangan pernah hanya memikirkan agar anak tidak mudah kejang saat demam namun perlu diperhatikan tentang efek samping obat tersebut pada fungsi otak sang buah hati. Konsulltasikan pada dokter agar anak mendapatkan obat yang tepat tanpa mengganggu fungsi dan perkembangan otaknya.

Semoga ulasan ini dapat menambah wawasan para orangtua tentang kejang demam dan dapat mengatasi kejang demam dengan tepat. Dan yang terpenting adalah kita dapat menyelamatkan fungsi otak sang buah hati agar kejang yang terjadi tidak mengurangi potensi dan talentanya

Minggu, 09 Februari 2014

Vaksinasi Campak

Vaksinasi campak bertujuan untuk melindungi seseorang dari penyakit campak.

Penyakit campak (gabag/tampek) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang sangat menular pada bayi dan anak. Penularan virus ini melalui udara pernapasan, bukan akibat bersentuhan kulit  dengan  kulit penderita campak yang penuh dengan bercak merah.

Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, batuk pilek yang berat, mata merah dan ruam merah seluruh tubuh. Selam bertahun-tahun kejadian penyakit campak telah memakan banyak korban namun masyarakat belum menyadari bahaya yang sesungguhnya. Masyarakat hanya sebatas mengkhawatirkan bercak-bercak merah pada kulit. Mereka tidak memahami dan menyadari komplikasi yang sangat berat akibat penyakit ini. Komplikasi penyakit campak adalah terjadinya radang paru yang berat, diare berulang dan berkepanjangan serta kerusakan otak yang permanen.

Penyakit campak dengan berbagai komplikasinya yang berat sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi Campak. Vaksinasi campak diberikan pada bayi usia 9 bulan dan diulang 5 tahun kemudian.

Efek samping vaksinasi campak
  •          Demam pada hari ke 4-6 setelah penyuntikan vaksin campak. Demam umumnya ringan dan berlangsung antara 1-2 hari. Meskipun demam ini sangat jarang terjadi namun sebaiknya orangtua tetap memantau suhu bayi pada hari 4-6 setelah vaksinasi.
  •          Ruam atau bercak kemerahan dapat terjadi pada sebagian kecil bayi, biasanya terjadi pada hari ke 7-10 setelah penyuntikan dan berlangsung selama 2-4 hari.

Cara mengatasi efek samping vaksinasi campak
  •          Bila terjadi demam, dapat diberikan obat penurun panas sesuai yang disarankan oleh dokter. Bila demam cukup tinggi dan atau berlangsung lebih dari 2 hari, segera bawa bayi ke dokter untuk memastikan apakah demam tersebut adalah efek samping vaksin campak ataukah ada infeksi lain.
  •          Bila terjadi ruam segera bawa ke dokter, juga untuk memastikan apakah ruam tersebut akibat vaksin campak ataukah akibat infeksi virus lainnya.

Vaksinasi Pneumokokus

Vaksinasi pneumokokus bertujuan untuk melindungi seseorang dari penyakit yang disebabkan oleh kuman pneumokokus.

Pneumokokus dan Haemophillus influenza b merupakan penyebab infeksi saluran napas pada anak. Di Negara berkembang setiap tahun sedikitnya 1 juta anak meninggal akibat infeksi Pneumokokus. Pneumokokus selain merupakan penyebab utama radang paru (pneumonia), juga menyebabkan radang selaput otak (meningitis), infeksi darah (bakteremia), infeksi seluruh tubuh (sepsis), sinusitis,dan  infeksi telinga (congek’an) pada anak usia di bawah 5 tahun terutama di bawah 2 tahun.
Tidak semua kuman pneumokokus berbahaya. Sebagian serotype merupakan kuman yang merupakan flora normal pada saluran napas manusia sedangkan sebagian serotype merupakan serotype yang ganas yang mengakibatkan infeksi yang invasif (invasive pneumococcal disease atau IPD) seperti meningitis, pneumonia dan bakteremia.
Di seluruh dunia sebanyak 10% dari 12 juta kematian balita tiap tahun disenankan oleh infeksi kuman pneumokokus. Sebelum vaksinasi pneumokokus diberlakuka, setiap tahun di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 4 juta anak menderita infeksi telinga (congek/otitis media0, 125.000 anak dengan pneumonia, 2500 anak dengan meningitis dan 30.000 anak dengan sepsis (infeksi seluruh tubuh).

Kelompok risiko terbesar untuk menderita IPD adalah sebagai berikut :
1.       Bayi yang tidak mendapatkan ASI
2.       Sering mengalami infeksi virus pada saluran napas
3.       Sering terpapar asap rokok (perokok pasif)
4.       Dititipkan pada tempat penitipan anak (TPA) atau memiliki saudara yang dititipkan di TPA
5.       Tempat tinggal dengan anggota keluarga yang padat
6.       Anak dengan daya tahan tubuh yang lemah, misal : HIV, penyakit keganasan (kanker), penyakit jantung/ginjal/paru yang kronis

Jadwal vaksin pneumokokus (pneumococcus vaccine atau PCV)

PCV direkomendasikan pada bayi usia 2, 4, 6 bulan dan diulang pada usia di atas 12 bulan.
Bila karena suatu sebab seorang bayi baru bisa mendapatkan PCV pada usia 7-12 bulan maka total PCV yang diberikan adalah 3 kali, bila PCV baru diberikan pada usia 13-24 bulan maka total diberikan 2 dosis sedangkan bila hingga usia 2 tahun anak belum pernah mendapatkan PCV maka PCV yang diberikan hanya 1 kali.
Hal ini sering membuat orangtua beranggapan bahwa lebih praktis bila PCV diberikan setelah anak berusia 2 tahun karena hanya diberikan 1 kali. Pemikiran ini tentui saja kurang tepat mengingat kuman pneumokokus bisa terhirup kapan saja dan bila kuman pneumokokus yang invasif yang menyerang maka infeksi berat akan menyerang anak beserta komplikasinya yang berpotensi mengancam nyawa anak.

Efek samping vaksin pneumokokus

Meskipun harga vaksin pneumokokus relatif mahal, bukan berarti bahwa vaksin ini bebas dari efek samping. Meskipun jarang terjadi namun demam maupun bengkak yang ringan pada lokasi penyuntikan dapat terjadi. Namun baik harga vaksin maupun efek samping ini sangat tidak sebanding dengan akibat yang terjadi bila seorang anak terserang kuman pneumokokus yang ganas.

 Bila terjadi demam dapat diberikan obat penurun panas dan bila terjadi bengkak dapat dilakukan kompres hangat pada paha yang bengkak.