Halaman

Minggu, 27 April 2014

Hand Foot Mouth Disease

Penyakit Kaki Tangan Mulut


Penyakit Hand Foot and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit kaki- tangan-mulut ditemukan pertama kali di negara Selandia Baru pada tahun 1957. Penyebutan infeksi ini dengan “Flu Singapore” sebenarnya kurang tepat karena pada penyakit ini sangat jarang atau tidak ditandai dengan flu (batuk, pilek, radang tenggorok). Istilah “Singapore” disebabkan pernah terjadi wabah HFMD yang sangat luas di Singapore. Hal ini dapat dipahami karena infeksi ini sangat menular.


Apakah penyebab HFMD itu dan bagaimana cara penularannya? 


HFMD disebabkan oleh virus yang termasuk golongan picornaviridae. Penyakit ini cukup banyak diderita dan sangat menular. Penularan terjadi melalui kontak udara pernapasan dan percikan air liur.

HFMD terutama menyerang bayi dan anak usia di bawah 10 tahun namun dapat juga diderita oleh orang dewasa yang sedang berada dalam kondisi tubuh yang lemah. Penularan terutama terjadi pada lingkungan yang padat, misalnya di sekolah ataupun tempat penitipan anak (TPA). Umumnya penularan terjadi pada musim kemarau (dan musim gugur pada daerah dengan 4 musim).

Masa inkubasi HFMD berkisar antara 3-6 hari, artinya penderita terinfeksi udara yang mengandung virus penyebab HFMD sekitar 3-6 hari sebelum timbul gejala pertama kali.



Bagaimana gejala HFMD?

Gejala HFMD umumnya berupa demam, mudah lelah, terasa lemah dan nafsu makan berkurang, ataupun rewel pada bayi. Gejala pada kulit tampak sebagai bercak pada telapak tangan dan kaki serta kulit sekitar mulut dan hidung. Bercak selanjutnya berubah menjadi bintil ataupun gelembung yang  berisi cairan. Gejala ini hampir mirip dengan cacar air ataupun herpes. Bercak ataupun bintil ini terasa gatal dan pada dewasa akan terasa sangat gatal


Bercak dan bintil pada rongga mulut dapat berubah menjadi sariawan, baik pada selaput lendir bibir, pada langit-langit rongga mulut maupun tepat pada tempat menelan yang menyebabkan asupan makan dan cairan berkurang akibat rasa nyeri dan pedih. Demam pada HFMD  tidak terlalu tinggi (sekitar 37-37,5⁰C). Bila terjadi demam tinggi biasanya disebabkan asupan cairan 
sangat berkurang sehingga menyebabkan dehidrasi.



Bagaimana pengobatan HFMD?

Sama hal nya dengan infeksi virus, HFMD tidak memerlukan pengobatan. Virus akan reda dengan “perlawanan” dari daya tahan (imunitas) tubuh penderita. Penderita disarankan untuk banyak istirahat dan memperbanyak asupan nutrisi.


Masalahnya, pada HFMD – seperti infeksi virus lainnya – akan terjadi kelemahan tubuh, nafsu makan yang berkurang bermakna ditambah dengan sariawan pada rongga mulut yang menyebabkan bukan hanya nyeri namun juga pedih bila tersentuh cairan apalagi makanan.


Karena proses penyembuhan sangat tergantung pada daya tahan tubuh maka penderita harus dibantu agar tidak tersiksa. Demam, gatal, serta berkurangnya nafsu makan harus diatasi sehingga dapat istirahat dan asupan 
nutrisi terjamin.


Daya tahan tubuh sangat berperan pada penyembuhan HFMD. Bayi/anak dengan status gizi yang baik dan asupan makan/susu sehari-hari yang baik akan lebih cepat sembuh dibanding dengan bayi/anak dengan status gizi kurang terlebih dengan asupan gizi harian yang kurang memadai.


HFMD sangat jarang menyebabkan penderitanya dirawat inap, kecuali pada kondisi tubuh yang sangat lemah, status gizi yang kurang ataupun terjadi dehidrasi yang cukup berat akibat sariawan yang hebat pada rongga mulut. Meskipun sangat jarang, namun dapat terjadi pula komplikasi HFMD berupa peradangan pada otak ataupun selaput otak dan kelumpuhan. Pada kulit dan kuku dapat terbentuk sisik dan terjadi pengelupasan yang cukup hebat.

Pengobatan HFMD sangat berbeda dengan pengobatan cacar air maupun herpes. Oleh karena itu penting untuk membawa anak berobat ke dokter agar anak mendapat penanganan yang tepat.


Bagaimana cara mencegah terjadinya penularan HFMD?

Cara mencegah HFMD adalah dengan mencegah paparan atau kontak dengan mereka yang sedang menderita HFMD. Namun hal tersebut tidaklah mudah karena banyak kasus tidak diketahui tertular dari siapa. Hal tersebut dapat dipahami karena virus ditularkan melalui udara dan udara dapat beredar kemana-mana.


Berbeda dengan cacar air, HFMD juga tidak dapat dicegah dengan vaksinasi karena belum tersedia vaksin untuk mencegah HFMD. Hal lain yang sangat berbeda dengan cacar air adalah bahwa cacar air hanya terjadi sekali seumur hidup sedangkan HFMD dapat terjadi berulang kali karena tidak terbentuk antibody setelah sembuh.


Meskipun HFMD tidak dapat dicegah, namun kita sebagai orangtua dapat memperpendek masa sakit dan mencegah komplikasi HFMD dengan membentuk daya tahan (imunitas) tubuh sang buah hati dan segera membawanya berobat tidak jatuh dalam kondisi yang sangat lemah. 

Minggu, 20 April 2014

Anemia : Bukan Hanya Sekedar Pucat

Anemia adalah kurangnya jumlah sel darah merah dalam tubuh. Secara umum anemia dikenal dengan kondisi dimana nilai Hemoglobin (Hb) dalam darah berada di bawah normal. Nilai normal Hb manusia berkisar antara 11-14 g/dL.

Banyak hal yang dapat menyebabkan kondisi anemia, namun penyebab utama anemia pada bayi dan anak adalah kekurangan zat besi. Zat besi merupakan salah satu komponen utama sel darah merah. Komponen utama lainnya adalah protein. Umumnya anak dengan kekurangan zat besi juga mengalami kekurangan zat protein karena zat besi umumnya terkandung dalam bahan makanan hewani, terutama daging merah. Sayur mayur juga mengandung zat besi namun zat besi dalam tumbuhan tidak dapat langsung diserap oleh usus, sedangkan zat besi dari bahan hewani dapat langsung diserap oleh usus (saluran cerna).

Banyak orangtua yang menganggap bahwa anemia adalah bila seorang anak tampak pucat. Tidak jarang pula orangtua tidak menganggap pucatnya anak sebagai anemia, namun “Oh, anak saya ini kulitnya memang paling putih dibandingkan saudara-saudaranya” atau “Oh, soalnya anak saya baru saja lari-lari” atau “Oh, itu memang turunan, keluarga kami banyak yang seperti itu”.

Sehingga banyak orangtua yang menganggap bahwa “pucat” itu adalah hal yang biasa. Padahal yang sesungguhnya, anemia tidak selalu ditandai dengan pucat karena bila sampai tampak pucat, maka hal itu berarti anak sudah dalam keadaan anemia berat.

Ulasan di bawah ini akan menguraikan pengaruh anemia terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kecerdasan buah hati kita.


Pengaruh anemia terhadap kecerdasan dan daya konsentrasi anak



Zat besi dibutuhkan pada  proses pembelajaran, penglihatan serta pendengaran. Zat besi sangat berperan pada proses pembentukan saraf otak dan zat penghantar impuls saraf (neurotransmitter); hal ini dapat diibaratkan sebagai kabel dan aliran listriknya, dimana kecerdasan dan konsentrasi merupakan hasil dari aliran sirkuit listrik. Kadar zat besi dalam otak lebih tinggi dibanding kadarnya dalam darah. Selain itu kadar zat besi juga lebih tinggi dibandingkan zat kimia yang lain karena zat besi merupakan elemen terpenting dalam jaringan otak.

Gangguan fungsi otak dapat terjadi bila kadar zat besi dalam otak mulai berkurang. Berkurangnya kadar zat besi dalam otak dapat terjadi baik dalam keadaan anak sudah mengalami anemia (kadar zat besi dalam darah sudah rendah) maupun belum terjadi anemia mesipun anemia belum terjadi (kadar zat besi dalam darah masih dalam batas normal). Dampak yang diakibatkan pun akan berbeda.

Bila berkurangnya zat besi dalam otak terjadi saat anak belum mengalami anemia (kadar zat besi dalam darah masih normal) maka gangguan kecerdasan dan konsentrasi akan teratasi dengan pemberian zat besi  jangka panjang.

Bila anak sudah mengalami anemia (yang tentunya kadar zat besi dalam otak sudah sangat berkurang), maka dengan pemberian zat besi hanya terjadi sedikit perbaikan, bahkan sebagian tidak menunjukkan perbaikan atau dengan kata lain gangguan kecerdasan yang terjadi akan menetap.

Perlu diperhatikan bahwa meskipun anak belum mengalami anemia, namun bila berkurangnya zat besi dalam otak terjadi saat “golden period”, yaitu masa di mana perkembangan otak sangat agresif (sejak janin usia 6 bulan hingga anak berusia 2 tahun) maka gangguan fungsi otak yang terjadi akan menetap dan tidak akan kembali normal lagi ke kondisi semula.
  

Pengaruh zat besi pada perilaku dan temperamen anak



Seperti diuraikan di atas bahwa zat besi berperan penting pada pembentukan neurotransmitter, yaitu zat kimia penghantar impuls (aliran listrik) pada saraf, termasuk juga neurotransmitter inhibisi. Inhibisi diartikan sebagai “penghambat”,  jadi neurotransmitter yang berfungsi untuk mengerem. Sehingga bila neuroransmiter inhibisi ini tidak berkembang dengan baik,maka anak yang bersangkutan kurang bisa di ‘rem”, baik dalam hal perilaku (terlalu aktif) maupun temperamen (mudah rewel atau marah hingga tantrum). Berkurangnya zat inhibisi juga menyebabkan konsentrasi anak terganggu karena anak terlalu aktif sehingga tidak dapat memusatkan perhatian dengan baik.


Pengaruh zat besi terhadap daya tahan (imunitas) tubuh



Daya imunitas tubuh terutama diperankan oleh sel darah putih (leukosit). Zat besi merupakan komponen penting dalam sel darah putih untuk menjalankan fungsinya membunuh kuman penyebab penyakit, baik virus maupun bakteri. Itulah sebabnya mengapa anak yang anemia akan mudah dan sering dan bila sakit akan berlangsung lebih lama dibandingkan anak yang tidak anemia. Sakit yang lama hampir selalu akan lebih memperburuk asupan makannya sehingga anak makin anemia. Terjadilah lingkaran setan antara anemia dan infeksi.


Pengaruh zat besi terhadap nafsu makan



Bila kita menjulurkan lidah, akan tampak tonjolan-tonjolan pada permukaan lidah kita.Itu adalah ujung-ujung saraf pengecap yang membuat kita dapat merasakan manis, asin, asam dan pahit. Pada anak yang mengalami anemia maka saraf pengecap tidak berfungsi secara optimal sehingga anak tidak dapat mengenal rasa dengan baik. Oleh karena itu tidaklah aneh bila anak dengan anemia akan menolak semua makanan yang enak sekalipun. Makanan apapun yang disiapkan oleh ibunya akan ditolak. Dan yang lebih parah, anak justru menyukai “makanan” yang aneh, seperti: rambut, tanah, pasir atau cukilan tembok; kondisi ini disebut dengan pica.

Dari uraian di atas semoga dapat menjelaskan tentang pentingnya kecukupan zat besi dalam tubuh seorang anak. Anemia bukan hanya sekedar tampak pucat, namun lebih daripada itu. 

Anemia sangat mengganggu perkembangan, kecerdasan dan pertumbuhan seorang anak, terlebih bila anemia terjadi di saat golden period.

Satu hal yang tidak kalah penting adalah bahwa zat besi tidak dapat berperan sendiri dalam metabolisme tubuh. Setelah diserap di saluran cerna, zat besi hanya dapat masuk ke aliran darah dalam ikatan dengan protein sehingga bila status gizi bayi dan anak tidak optimal maka  suplemen zat besi sebanyak apapun akan sia-sia. Itulah sebabnya mengapa banyak orangtua mengeluhkan anaknya yang tetap tidak mau makan ataupun konsentrasinya tidak membaik meskipun sudah diberikan aneka vitamin, mulai dari yang murah hingga yang mahal.

Pastikan sang buah hati tidak mengalami anemia, tidak hanya dalam tubuhnya namun juga dalam jaringan sarafnya. Jangan biarkan potensi dan talentanya yang berlimpah menjadi sia-sia hanya karena anemia yang seharusnya bisa dicegah.

Pastikan pula status gizi buah hati anak tercukupi dalam hal kecukupan proteinnya. Anak gemuk tidak selalu berarti memiliki status kecukupan protein yang memadai karena berat badan yang di atas rata-rata sebagian besar karena lemak yang tinggi.


Bukan hanya saat sakit sang buah hati perlu diperhatikan. Karena hampir sebagian besar anak terlihat sehat dan aktif namun sebenarnya kekurangan elemen yang sangat dibutuhkan terutama untuk menyelamatkan potensi dan talentanya.